Situs Gunung
Padang merupakan situs prasejarah peninggalan kebudayaan megalitikum di Jawa
Barat. Tepatnya berada di perbatasan Dusun Gunungpadang dan Panggulan, Desa Karyamukti,
Kecamatan Campaka, Kabupaten Cianjur. Lokasi dapat dicapai 20 kilometer dari
persimpangan kota kecamatan WarungKondang, dijalan antara Kota Kabupaten
Cianjur dan Sukabumi. Luas kompleks "bangunan" kurang lebih 900 m²,
terletak pada ketinggian 885 m dpl, dan areal situs ini sekitar 3 ha, menjadikannya
sebagai kompleks punden berundak terbesar di Asia Tenggara..
Laporan
pertama mengenai keberadaan situs ini dimuat pada Rapporten van de
Oudheidkundige Dienst (ROD, "Buletin Dinas Kepurbakalaan") tahun
1914. Sejarawan Belanda, N.J. Krom juga telah menyinggungnya pada tahun 1949.
Setelah sempat "terlupakan", pada tahun 1979 tiga penduduk setempat,
Endi, Soma, dan Abidin, melaporkan kepada Edi, Penilik Kebudayaan Kecamatan
Campaka, mengenai keberadaan tumpukan batu-batu persegi besar dengan berbagai
ukuran yang tersusun dalam suatu tempat berundak yang mengarah ke Gunung Gede.
Selanjutnya, bersama-sama dengan Kepala Seksi Kebudayaan Departemen Pendidikan
Kebudayaan Kabupaten Cianjur, R. Adang Suwanda, ia mengadakan pengecekan.
Tindak lanjutnya adalah kajian arkeologi, sejarah, dan geologi yang dilakukan Puslit
Arkenas pada tahun 1979 terhadap situs ini.
Lokasi situs
berbukit-bukit curam dan sulit dijangkau. Kompleksnya memanjang, menutupi
permukaan sebuah bukit yang dibatasi oleh jejeran batu andesit besar berbentuk
persegi. Situs itu dikelilingi oleh lembah-lembah yang sangat dalam. Tempat ini
sebelumnya memang telah dikeramatkan oleh warga setempat. Penduduk
menganggapnya sebagai tempat Prabu Siliwangi raja Sunda, berusaha membangun
istana dalam semalam.
Fungsi situs
Gunungpadang diperkirakan adalah tempat pemujaan bagi masyarakat yang bermukim
di sana pada sekitar 2000 tahun S.M. Hasil penelitian Rolan Mauludy dan Hokky
Situngkir menunjukkan kemungkinan adanya pelibatan musik dari beberapa batu
megalit yang ada. Selain Gunungpadang, terdapat beberapa tapak lain di Cianjur
yang merupakan peninggalan periode megalitikum.
Sejak Maret
2011 Tim peneliti Katastrofi Purba yang dibentuk kantor Staf Khusus Presiden
Bidang Bantuan Sosial dan Bencana, dalam survei untuk melihat aktifitas sesar
aktif Cimandiri yang melintas dari Pelabuhan Ratu sampai Padalarang melewati
Gunung Padang. Ketika tim melakukan survei bawah permukaan Gunung Padang
diketahui tidak ada intrusi magma. Kemudian tim peneliti melakukan survei bawah
permukaa Gunung Padang secara lebih lengkap dengan metodologi geofisika, yakni
geolistrik, georadar, dan geomagnet di kawasan Situs tersebut. Hasilnya,
semakin meyakinkan bahwa Gunung Padang sebuah bukit yang dibuat atau dibentuk
oleh manusia (man-made). Pada November 2011, tim yang dipimpin oleh Dr. Danny
Hilman Natawidjaja, terdiri dari pakar kebumian ini semakin meyakini bahwa
Gunung Padang dibuat oleh manusia masa lampau yang pernah hidup di wilayah itu.
Hasil survei
dan penelitian kemudian dipresentasikan pada berbagai pertemuan ilmiah baik di
tingkat nasional maupun internasional, bahkan mendapat apresiasi dari Prof. Dr.
Oppenheimer. Kemudian tim katastrofi purba menginisiasi pembentukan tim
peneliti yang difokuskan untuk melakukan studi lanjutan di Gunung Padang,
dimana para anggota peneliti diperluas dan melibatkan berbagai bidang disiplin
ilmu dan berbagai keahlian. Sebut saja Dr. Ali Akbar seorang peneliti
prasejarah dari Universitas Indonesia, yang memimpin penelitian bidang arkeologi.
Kemudian Pon Purajatnika, M.Sc., memimpin penelitian bidang arsitektur dan
kewilayahan, Dr. Budianto Ontowirjo memimpin penelitian sipil struktur, dan Dr.
Andang Bachtiar seorang pakar paleosedimetologi, memimpin penelitian pada
lapisan-lapisan sedimen di Gunung Padang. Seluruh tim peneliti itu tergabung
dalam Tim Terpadu Penelitian Mandiri Gunung Padang yang difasilitasi kantor
Staf Khusus Presiden Bidang Bantuan Sosial dan Bencana. Menariknya seluruh
pembiayaan penelitian dilakukan secara swadaya para anggota peneliti.
Berbagai
temuan tim terpadu penelitian mandiri Gunung Padang ini akhirnya dilakukan uji
radiometrik karbon (carbon dating, C14). Menariknya hasil uji karbon pada
laboratorium Beta Miami, di Florida AS, menera bahwa karbon yang didapat dari
pengeboran pada kedalaman 5 meter sampai dengan 12 meter berusia 14.500-25.000
tahun. Hasil laporan selengkapnya sebagai-berikut:
·
Bangunan di bawah permukaan situs Gunung Padang
terbukti secara ilmiah lebih tua dari Piramida Giza.
·
Hal ini merujuk pada hasil pengujian karbon dating
Laboratorium Batan (Indonesia) dengan metoda LSC C14 dari material paleosoil di
kedalaman -4m pada lokasi bor coring 1, usia material paleosoil adalah 5500
+130 tahun BP yang lalu.
·
Sedangkan pengujian material pasir di kedalaman -8
s.d. -10 m pada lokasi coring bor 2 adalah 11000 + 150 tahun.
Hasil
mengejutkan dan konsisten dikeluarkan oleh laboratorium Beta Analytic Miami,
Florida,minggu lalu tambahnya dimana umur dari lapisan dari kedalaman sekitar 5
meter sampai 12 meter bada bor 2 umurnya sekitar 14500 – 23000 SM/atau lebih
tua. Sementara beberapa sample konsisten dengan apa yg di lakukan di Lab BATAN.
Kita tahu laboratorium di Miami Florida ini bertaraf internasional yang kerap
menjadi rujukan berbagai riset dunia terutama terkait carbon dating.
Kedua
laboratorium ini menjawab keraguan banyak pihak atas uji sampel di laboratorium
BATAN. Sebelumnya,tim riset terpadu mandiri telah melakukan uji terkait usia
Gunung Padang di laboratorium BATAN, namun tidak banyak respon positif, bahkan
meragukannya. Padahal hasil yang diperoleh oleh kedua laboratorium itu tidak
banyak berbeda, Sudah saatnya kita percaya terhadap kemampuan dan kualitas para
ilmuwan serta laboratorium nasional seperti BATAN, berikut hasil uji di kedua
laboratorium tersebut:
1.
Umur dari lapisan tanah di dekat permukaan (60 cm
di bawah permukaan) ,sekitar 600 tahun SM (hasil carbon dating dari sampel yg
diperoleh Arkeolog, Dr. Ali Akbar,anggota tim riset terpadu di Laboratorium
Badan Atom Nasional (BATAN);
2.
Umur dari lapisan pasir-kerikil pada kedalaman sekitar
3-4 meter di Bor-1 yang melandasi Situs Gunung Padang di atasnya (sehingga bisa
dianggap umur ketika Situs Gunung Padang di lapisan atas dibuat) sekitar 4700
tahun SM atau lebih tua (diambil dari hasil analisis BATAN;
3.
Umur lapisan tanah urug di kedalaman 4 meter diduga
man made stuctures (struktur yang dibuat oleh manusia)dengan ruang yang diisi
pasir (di kedalaman 8-10 meter) di bawah Teras 5 pada Bor-2,sekitar 7600-7800
SM (Laboratorium BETA Miami, Florida);
4.
Umur dari pasir yang mengisi rongga di kedalaman 8-10
meter di Bor-2, sekitar 11.600-an tahun SM atau lebih tua (Lab Batan);
5.
Umur dari lapisan dari kedalaman sekitar 5 meter
sampai 12 meter,sekitar 14500 – 25000 SM/atau lebih tua (lab BETA Miami
Florida).
Pembukaan
semak-semak pada sisi Tenggara teras 5 ke arah bawah menemukan 20 tingkat
terasering punden berundak disusun oleh masyarakat yang berbudaya gotong royong
mempunyai kemampuan teknologi yang maju. Terasering punden berundak ini mematahkan
hipotesis penelitian sebelumnya bahwa situs gunung Padang hanya terdiri dari 5
teras pada area seluas 900 m2. Dengan dibukanya 20 tingkat terasering
menunjukan bahwa situs gunung Padang sangat besar. Diperkirakan zona inti utama
situs gunung Padang lebih besar dari 25 hektare.
Pembukaan
semak-semak dan hasil pemindaian bumi dengan Georadar pada sisi Timur teras 2
ke arah bawah menemukan bentuk struktur pintu gerbang buatan manusia. Hasil
pengambilan sampel dengan bor coring 1, memastikan struktur buatan manusia
sampai dengan kedalaman -27m dari permukaan teras 3. Hasil pengambilan sampel
dengan bor coring 2, menemukan struktur rongga2 besar buatan manusia yang
berisi pasir dengan butiran yang sangat seragam. Sedangkan, hasil pengukuran
dengan geomagnetik menemukan anomali medan magnetik yang besar pada teras 2.
Adanya
tanda-tanda berbentuk gambar atau cekungan buatan manusia pada setiap batu yang
berada di teras 1 s.d. 5. Penelitian mengenai makna bentuk gambar dan aksara
yang terbentuk pada batu breksi andesit merupakan hal terbaru.
Selain riset
dan survei, kajian pustaka terus dilakukan. Naskah Bujangga Manik dari abad
ke-16 menyebutkan suatu tempat "kabuyutan" (tempat leluhur yang
dihormati oleh orang Sunda) di hulu Ci Sokan, sungai yang diketahui berhulu di
sekitar tempat situs ini. Menurut legenda, Situs Gunung Padang merupakan tempat
pertemuan berkala (kemungkinan tahunan) semua ketua adat dari masyarakat Sunda
Kuna. Saat ini situs ini juga masih dipakai oleh kelompok penganut agama asli
Sunda untuk melakukan pemujaan.
Penelitian
mengenai keberadaan bangunan di bawah permukaan Gunung Padang telah dilakukan
oleh beberapa tim ahli. Tim dari Badan Geologi ESDM, Kemenristek, dan Tim Arkeologi
Nasional sudah menyimpulkan bahwa tidak ada bangunan di bawah permukaan gunung
padang. Adapun luasan gunung padang adalah 900 meter persegi seperti sejak
ditemukan NJ Krom. Ini kesimpulan akhir yang secara resmi hasil risetnya ada
tertulis. Tim keempat, Tim terpadu Riset mandiri berkesimpulan berbeda dan sudah
menemukan bukti kuat sebagai fakta awal bahwa ada bangunan di bawah permukaan
gunung Padang, dan luasannya jauh lebih besar dari yang ada sekarang seperti
yang disimpulkan ketiga tim lainnya. Dengan prinsip menghargai perbedaan dan
menjaga etika riset, maka menjadi kewajiban tim terpadu untuk membuktikan lebih
lanjut keseluruhan hipotesanya.
Jika dilihat
dari atas, gunung padang terlihat sangat persis bentuknya dengan piramida yang
ada di mesir. Umurnya diperkirakan jauh lebih tua dari pada piramida mesir
sekitar 10.000 tahun sebelum masehi. Karena sesungguhnya gunung padang bukanlah
gunung melainkan bangunan berbentuk mirip dengan piramida yang telah terkena
timbunan debu vulkanik sehingga terlihat seperti gunung yang sudah ditumbuhi
pepohonan. Didalam gunung padang dipercaya memiliki ruang di dalamnya yang kini
telah tertimbun tanah.
Dalam situs
gunung padang ditemukan alat musik yang berupa batu persegi panjang yang
bergelombang pada bagian atasnya, jika setiap gelombang dipukul, maka akan
mengeluarkan bunyi yang berbeda antar gelombang satu dengan yang lain. Ada
beberapa orang yang percaya kalau situs gunung padang memiliki keterkaitan
dengan situs piramida yang ada di mesir, dikarenakan bentuknya yang mirip
dengan ruang di dalamnya dan karena umurnya yang jauh lebih tua dibandingkan
piramida yang ada di mesir. Saat ini situs padang masih berada dalam masa
pengkajian lebih lanjut.
Menelusuri
misteri situs Gunung Padang. Usia "piramida" Gunung Padang
diperkirakan 4.700-10.900 tahun sebelum Masehi—bandingkan dengan piramida Giza
di Mesir, yang hanya 2.500 SM. Namun pembuktian belum maksimal, dan ini
menyebabkan pakar geologi masih ragu terhadap "piramida" itu. Terlalu
dini untuk diumumkan. Oleh karena itu Tim Terpadu Riset Mandiri Gunung Padang
melanjutkan penelitiannya pada 2013 ini. Hingga saat ini Gunung Padang sudah
menjadi buah bibir setelah Tim Katastrofi Purba meneliti patahan gempa Sesar
Cimandiri, sekitar empat kilometer ke arah utara dari situs tersebut.
Kontroversi
merebak setelah Andi Arief merilis ada sejenis piramida di bawah Gunung Padang
pada awal tahun lalu. Dia menyebutkan situs tersebut memiliki ruang dan seperti
buatan manusia. Kecurigaannya berawal dari bentuk Gunung Padang yang hampir
segitiga sama kaki jika dilihat dari utara. Sebelumnya, Tim juga menemukan
bentuk serupa di Gunung Sadahurip di Garut dan Bukit Dago Pakar di Bandung saat
meneliti Sesar Lebang. Andi Arief dan timnya direncanakan terus melakukan
penelitian dan survei untuk mengetahui lebih jauh bawah permukaan Gunung Padang
dengan berbagai metodologi, baik geofisika, arkeologi, paleosedimentasi,
arsitektur dan kawasan, dan lain-lain hingga Maret 2014.
Namun, untuk
penggalian tidak dilakukan karena memerlukan biaya yang besar.
Menjelang
akhir tahun 2012, para peneliti Tim Terpadu Riset Mandiri gunung Padang
mengadakan pertemuan untuk mengevaluasi hasil riset dan survei pada 2012 dan
merencanakan riset lanjutan di Gunung Padang. Pertemuan yang diselenggarakan di
Kantor Staf Khusus Presiden pada 18 Desember 2012 itu, menghasilkan
pandangan-pandangan baru dari para ahli yang tergabung dalam Tim Terpadu Riset
Mandiri memaparkan dan mendiskusikan temuan-temuan riset dan langkah-langkah ke
depan. Tim Geologi memandang bahwa survei dan kajian yang dilakukan sudah
mencapai 99% telah mendapatkan data lengkap baik data hasil survei geolistrik, georadar,
maupun geomagnetik, serta dan alat bantu geofisika lainnya. Selain tentunya
citra satelit, foto IFSAR, kontur dan peta model dijital elevasi (DEM). Dari
berbagai data yang dihasilkan itu, ditambah dengan pembuktian paleosedimentasi
di beberapa titik bor sampling, serta analisa petrografi, secara saintifik bisa
disimpulkan bahwa memang ada man-made stucture di bawah permukaan situs Gunung
Padang.
Bangunan di
bawah permukaan ini juga dipastikan memiliki chamber dan bentuk-bentuk struktur
lain (dugaan goa atau lorong), serta kecenderungan adanya anomali magnetik di
berbagai lintasan alat geofisika. Temuan ini makin diperkuat dengan temuan Tim
arkeologi yang berhasil menemukan artefak-artefak di barat dan timur bangunan gunung
Padang juga tersingkap, terutama di luar situs definitif saat ini. Bahkan
temuan awal artefak berupa batu melengkung di sisi timur situs, menunjukkan
dugaan kuat sebagai “pintu masuk” ke dalam bangunan bawah permukaan Gunung
Padang. Temuan arkeologi ini, merupakan temuan terbaru sejak situs ini pertama
kali ditemukan.
Di samping
itu, Tim sipil dan arsitek sudah sampai tahap maju, selain memaparkan berbagai
jenis potongan batu (yang menunjukkan campur tangan manusia dan teknologi masa
itu), juga memaparkan luasan situs yang jauh lebih besar dari yang ada
sekarang. Tim ini sudah menemukan struktur yang hampir mirip dengan temuan di Sumba
Nusa Tenggara Barat.
Dalam waktu
dekat struktur imaginer yang lebih detail akan dibuat berdasarkan perbandingan
yang ada. Sementara Tim astronomi akan menyelesaikan temuan timeline tahun
pembuatan yang bisa secara saintifik dilakukan di luar hasil radio-carbon
dating yang sudah dilakukan sampai validasi di dua lab yaitu laboratorium Badan
Atom Nasional dan laboratorium radio-carbon di Miami Florida, Amerika Serikat. Untuk
ke depannya, peneliti akan berkonsentrasi pada lokasi yang berada di luar situs
sehingga bentuk dan isi di dalamnya akan terbuka sekaligus.
Pada awal
Januari 2013 Tim Arkeologi yang dikomandoi arkeolog muda universitas Indonesia,
ali akbar, kembali merilis temuan 5 makam tua di areal yang kini menjadi objek
penelitiannya. Hanya dua dari lima makam di sisi teras kelima areal situs itu
yang memiliki artefak. Berdasarkan pengamatan, makam tersebut ada di areal
situs megalitik sekitar tahun 1900-an. Dari beberapa makam yang ada, terdapat
satu makam yang sedikit memberikan gambaran mengenai keberadaan makam dari
sepasang nisan makam tersebut. Bila dilihat dari bentuk makamnya maka makam
tersebut adalah milik umat Islam. Satu nisan bertuliskan huruf latin dan
satunya lagi bertuliskan huruf Arab. Dengan ditemukannya makam tua tersebut,
maka ada masyarakat yang tinggal dan menetap di situ. Kemudian ada jeda sampai NJ
Krom menemukan situs tersebut dan melaporkannya ke pemerintah Belanda pada 1914.
Pada salah
satu nisan tertera tulisan latin yang menerangkan nama jasad yang dimakamkan
bernama "Hadi Winata" yang wafat pada tahun 1947. Almarhum tertulis
juga wafat pada usia 68 tahun, artinya almarhum lahir pada tahun 1879. Di nisan
lainnya, makam yang sama, tertera pula tulisan Arab, di nisan tersebut terbaca
'prabu' serta terdapat tahun hijriyah, 1356 H. Diperkirakan kemungkinan jasad
yang dimakamkan itu merupakan golongan bangsawan bila sekilas diamati dari nama
latin yang tercantum di nisan dan juga tulisan 'Prabu' di nisan berhuruf Arab.
Para peneliti masih terus bekerja untuk bisa menaksir usia makam lainnya yang
ada di areal Gunung Padang.
Awal
Januari- Maret 2013 tim Terpadu Riset Mandiri yang dipimpin oleh Dr. Danny Hilman
Natawidjaja (ahli kebumian), Dr. Ali Akbar (arkeolog), Dr. Andang Bachtiar
(paleosedimentolog) kembali melakukan penelitian dan survei lanjutan,
menyatakan bahwa, di bawah permukaan Gunung Padang: Ada struktur geologi tak
alamiah, dengan hipotesis Teknologi canggih zaman purba. Untuk membuktikan hal
tersebut, dilakukan penggalian arkeologi dan survei geolistrik detil di sekitar
penggalian lereng timur bukit, di luar pagar situs cagar budaya.
Tim Dr. Ali
Akbar menemukan bukti yang mengkonfirmasi hipotesa tim bahwa di bawah tanah
Gunung Padang ada struktur bangunan buatan manusia yang terdiri dari susunan
batu kolom andesit, sama seperti struktur teras batu yang sudah tersingkap,dan
dijadikan situs budaya di atas bukit. Terlihat di kotak gali permukaan fitur,
susunan batu kolom andesit ini sudah tertimbun lapisan tanah setebal setengah
sampai dua meter yang bercampur bongkahan pecahan batu kolom andesit. Kotak
gali arkeologi tim tersebut memperlihatkan permukaan bangunan yang disusun dari
batu-batu kolom andesit yang sudah tertutup oleh lapisan tanah dengan
bongkah-bongkah pecahan batuan. Batu kolom ini posisinya memanjang sejajar
lapisan.
Batu-batu
kolom andesit disusun dengan posisi mendekati horisontal dengan arah memanjang
hampir barat-timur (sekitar 70 derajat dari utara ke timur - N 70 E), sama
dengan arah susunan batu kolom di dinding timur-barat teras satu, dan undak
lereng terjal yang menghubungkan teras satu dengan teras dua. Dari posisi
horisontal batu-batu kolom andesit dan arah lapisannya, dapat disimpulkan
dengan pasti, bahwa batu-batu kolom atau “columnar joints” ini bukan dalam kondisi
alamiah. Batu-batu kolom hasil pendinginan dan pelapukan batuan lava/intrusi
vulkanis di alam maka arah memanjang kolomnya akan tegak lurus terhadap arah
lapisan atau aliran seperti ditemukan di banyak tempat di dunia. Kenampakan
susunan batu-kolom yang terkuak di kotak gali memang terlihat sangat rapi dan
menyerupao kondisi alami.
Di akhir
2012 lalu, tim arkeolog lain yang bekerja terpisah dan sudah ikut menggali
menyimpulkan batu-batu kolom andesit di bawah tanah Gunung Padang merupakan
sumber batuan alamiahnya; mungkin karena mereka belum mempertimbangkan aspek
geologinya dengan lengkap, dan juga tidak mengetahui data struktur bawah
permukaan seperti diperlihatkan oleh hasil survei geolistrik.
Di antara
batu-batu kolom, ditemukan material pengisi yang disebut sebagai semen purba.
Material ini menata dan menyatukan batu kolom yang sudah pecah
berkeping-keping. Makin ke bawah kotak gali, semen purba ini terlihat makin
banyak, dan merata setebal 2 sentimeteran di antara batu-batu kolom. Selain di
kotak gali, semen purba ini juga sudah ditemukan pada tebing undak antara teras
satu dan dua, dan juga pada sampel inti bor dari kedalaman 1 sampai 15 meter
dari pemboran yang dilakukan oleh tim pada tahun 2012 lalu di atas situs.
Ahli geologi
tim dan juga pembina pusat Ikatan Ahli Geologi Indonesia pusat, DR. Andang
Bachtiar, berdasarkan hasil analisis kimia yang dilakukannya pada sampel semen
purba dari undak terjal teras satu ke dua, menemukan fakta bahwa komposisi yang
terkandung di dalam semen tersebut sangat kuat sebagai perekat. Material semen
ini mempunyai komposisi utama 45% mineral besi dan 41% mineral silika, 14% mineral
lempung, dan juga unsur karbon.
Barangkali
ia menggabungkan konsep membuat resin, atau perekat modern dari bahan baku
utama silika, dan penggunaan konsentrasi unsur besi yang menjadi penguat bata
merah. Tingginya kandungan silika mengindikasikan semen ini bukan hasil
pelapukan dari batuan kolom andesit di sekelilingnya yang miskin silika.
Kemudian, kadar besi di alam, bahkan di batuan yang ada di pertambangan mineral
bijih sekalipun umumnya tak lebih dari 5% kandungan besinya, sehingga kadar
besi “semen Gunung Padang” ini berlipat kali lebih tinggi dari kondisi alamiah.
Oleh karena
itu dapat disimpulkan material di antara batu-batu kolom andesit ini adalah
adonan semen buatan manusia. Artinya, teknologi masa itu kelihatannya sudah
mengenal metalurgi. Andang menjelaskan, bahwa satu teknik umum untuk
mendapatkan konsentrasi tinggi besi adalah dengan melakukan proses pembakaran
dari hancuran bebatuan dengan suhu sangat tinggi. Mirip pembuatan bata merah,
yaitu membakar lempung kaolinit dan illit untuk menghasilkan konsentrasi besi
tinggi pada bata tersebut.
Indikasi
adanya teknologi metalurgi purba diperkuat lagi oleh temuan segumpal material
seperti logam sebesar 10 cm oleh tim Ali Akbar pada kedalaman 1 meter di lereng
timur Gunung Padang. Material logam berkarat ini mempunyai permukaan kasar
berongga-rongga kecil dipermukaannya. Diduga material ini adalah adonan logam
sisa pembakaran (“slug”) yang masih bercampur dengan material karbon yang
menjadi bahan pembakarnya, bisa dari kayu, batu bara atau lainnya. Rongga-rongga
itu kemungkinan terjadi akibat pelepasan gas CO2 ketika pembakaran.
Hasil
analisis radiometrik dari kandungan unsur karbonn pada beberapa sampel semen di
bor inti dari kedalaman 5 – 15 meter yang dilakukan pada 2012 di laboratorium
bergengsi BETALAB, Miami, USA pada pertengahan 2012 menunjukan umur dengan
kisaran antara 13.000 sampai 23.000 tahun lalu. Kemudian, hasil carbon dating
dari lapisan tanah yang menutupi susunan batu kolom andesit di kedalaman 3-4
meter di Teras 5 menunjukkan umur sekitar 8700 tahun lalu.
Sebelumnya
hasil carbon dating yang dilakukan di laboratorium BATAN dari pasir dominan
kuarsa yang mengisi rongga di antara kolom-kolom andesit di kedalaman 8-10
meter di bawah Teras lima, juga menunjukkan kisaran umur sama yaitu sekitar
13.000 tahun lalu. Fakta itu sangat kontroversial karena pengetahuan yang
diyakini peneliti saat ini belum mengenal atau mengakui ada peradaban (tinggi)
pada masa purba itu, di manapun di dunia. Penemuan tersebut memunculkan dugaan
bahwa di masa prasejarah Indonesia, telah hidup peradaban yang menyerupai
kemajuan peradaban Mesir saat pembangunan piramida.
Struktur
bangunan dari susunan batu-batu kolom berdiameter sampai 50 cm dengan
panjang bisa lebih dari 1 meter ini sudah sangat spektakuler karena
bagaimanakah masyarakat purbakala dapat menyusun batu-batu besar yang sangat
berat ini demikian rapi dan disemen pula oleh adonan material yang istimewa.
Selanjutnya survei geolistrik yang dilakukan di sekitar lokasi pengalian oleh
tim geologi/geofisika dari LabEarth LIPI, menguak fakta baru mengenai bangunan
purba di bawah permukaan ini. Survei terbaru ini adalah survei mendetail
sebagai lanjutan dari puluhan lintasan survei geolistrik 2-D, 3-D dan survei
georadar yang sudah dilakukan pada tahun 2011, 2012 dan awal 2013 di sekujur
badan Gunung Padang, dari kaki sampai puncak bukit. Hasil survei geolistrik
memperlihatkan bahwa lapisan susunan batu kolom yang terlihat di kotak gali
keberadaannya dapat diikuti terus sampai ke atas bersatu di bawah badan situs
Gunung Padang di atas bukit, dan juga melebar sampai jauh ke kaki bukit.
Penampang
struktur bawah permukaan berdasarkan resistivitas batuan dari lintasan
geolistrik melewati kotak gali (testpit) arkeologi. Lapisan bangunan dari
susunan kolom andesit terlihat menerus ke bagian bawah dari situs di atas bukit
dan juga ke kaki bukit. Di bawahnya terlihat geometri unik yang diduga masih
bangunan. Peralatan survey memakai Supersting R8 dan software Earth Imager.
Model di atas memakai metoda Average Resistivity. Nilai RMS menunjukkan bahwa
hasil simulasi dari model ini mempunyai perbedaan/tingkat kesalahan hanya 4%
dibandingkan dengan data hasil survey.
Seorang ahli
arsitektur Pon Purajatniko, anggota tim terpadu yang juga pernah menjabat Ketua
Ikatan Ahli Arsitektur Jawa Barat, menyatakan bahwa struktur teras-teras Gunung
Padang mirip situs Marhu Picchu di Peru.
Sampai saat
ini penggalian dilakukan baru sampai kedalaman 4 meteran saja, namun survei
geolistrik memperlihatkan di bawahnya masih ada kenampakan struktur bangunan
dengan geometri yang terlihat menakjubkan sampai kedalaman lebih dari 10 meter.
Hasil survei geolistrik, dan georadar juga sudah dapat memperlihatkan struktur
(geologi) bawah permukaan yang membentuk morfologi bukit Gunung Padang adalah
lapisan batuan dengan ketebalan 30-50 meter yang mempunyai nilai tahanan
listrik (resistivitas) sangat tinggi (ribuan Ohm-Meter) berbentuk seperti lidah
dengan posisi hampir horisontal, selaras dengan bukit memanjang utara-selatan,
dan miring landai ke arah utara. Jadi selaras juga dengan undak-undak teras
yang dibangun di atasnya.
Lapisan batu
berbentuk seperti lidah ini juga mempunyai bidang miring yang rata ke arah
barat dan timur bukit selaras dengan kemiringan lerengnya. Lapisan lava ini
berada pada kedalaman lebih dari 10 meter di bawah permukaan. Dari data
pemboran yang dilakukan oleh Dr. Andang Bachtiar dan juga analisis mikroskopik
batuan dari sampel inti bor yang dilakukan oleh DR. Andri Subandrio, ahli
geologi batuan gunung api dari Laboratorium Petrologi ITB, dapat dipastikan
tubuh batuan dengan resistivitas tinggi ini adalah batuan lava andesit, sama
seperti tipe batu kolom dari situs Gunung Padang. Hal lain cukup menarik dari
analisa petrologi adalah temuan banyaknya retakan-retakan mikroskopik pada
sayatan tipis batu kolom andesit yang diduga non-alamiah karena retakan itu
memotong kristal-kristal mineral penyusunnya.
Dari banyak
penampang geolistrik, terlihat lidah lava andesit ini mempunyai leher intrusi
(sumber terobosan batuan vulkanis dari bawah) berlokasi di area lereng selatan
dari situs Gunung Padang. Jadi setelah cairan panas intrusi magma mencapai
permukaan kemudian mengalir ke utara, dan setelah mendingin membentuk lidah
lava tersebut. Yang masih menjadi pertanyaan adalah adalah apakah tubuh batuan
lava di perut Gunung Padang ini adalah sumber dari batu-batu kolom andesit yang
dipakai untuk menyusun situs?. Kemungkinan hal ini benar karena sampai saat ini
tidak ditemukan ada sumber batuan kolom andesit dalam radius beberapa kilometer
dari Gunung Padang. Masalahnya tidak ada bekas-bekas penambangan, atau lapisan
lava yang tersingkap di area Gunung Padang.
Jadi, apabila
orang berhipotesa bahwa sumber batuannya dari dalam bukit, maka mau tidak mau
harus juga mengasumsikan dulunya lapisan lava itu pernah tersingkap, atau
ditambang oleh manusia purba, kemudian baru batu-batu kolom yang sudah diambil
lalu disusun-ulang untuk menutupi sekujur badan lava menjadi satu mahakarya
monumen arsitektur besar yang luar biasa.
Perlu juga
dicatat bahwa mengekstraksi batu-batu kolom andesit dari batuan induknya
bukanlah hal mudah karena harus dapat memisahkan batu-batu besar dan berat
tersebut dengan utuh dari batuan induknya dalam jumlah sangat besar. Hal ini
berbeda dengan penambangan batuan biasa yang tidak perlu kuatir dengan batu
yang pecah dan dapat dilakukan dengan dengan peledakan dinamit. Pada abad kini
atau ratusan tahun sebelumnya, di dunia ini tak pernah ada penambangan
batu-batu kolom andesit untuk dipakai sebagai bata bangunan.
Tim Terpadu
Riset Mandiri masih terus melakukan eskavasi (pemboran) untuk membuktikan
keberadaan struktur bangunan dan ruang-ruang di bawah kedalaman 4-5 meter.
Sleain itu, perkiraan umur situs juga masih diteliti dengan memeriksa
sampel-sampel dari situs ini. Dugaan sementara adalah situs Gunung Padang ini
tidak dibangun dalam satu masa, tetapi melibatkan beberapa kebudayaan.
Misalnya, yang membuat batu-batu kolom menjadi menhir-menhir, belum tentu sama
dengan masyarakat yang membuat susunan batu-batu kolom dengan semen purba.
Demikian juga bangunan susunan batu kolom andesit di permukaan, atau yang sudah
tertimbun beberapa meter di bawah, belum tentu dibangun satu masa dengan
struktur bangunan di bawahnya lagi. Situs ini dapat menjadi bukti peradaban
tertua manusia yang tanpa diketahui hilang dari informasi pra-sejarah
Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar